Cerita Ikhtiar Kehamilan Tahun IV : Terapi PLI

 Pemeriksaan ASA

Sejak menikah, aku berusaha untuk lebih teliti memperhatikan kesehatan organ kewanitaanku. Salah satu usahaku adalah dengan rutin melakukan pemeriksaan papsmear setiap tahunnya. Nah, sebenarnya di tahun ketiga pernikahan  aku melakukan papsmear dengan seorang dsog perempuan di klinik yang sama dengan tempatku berkonsultasi tentang masalah infertilitas pertamakalinya dulu. Eh, dia iseng…buka-buka halaman terdahulu buku catatan kesehatanku, menanyakan lama menikah, rencana kehamilan, dsb. Lalu tiba-tiba saja dia menyampaikan ‘tahap pemikiran’ yang berbeda:

  1. Bahwa subur-tidaknya seorang wanita tidak harus dilihat dari tes hormon, tapi bisa juga dilihat ketika usg, dari ukuran diameter si ovum hingga semacam kulit pembungkusnya ‘pecah’.
  2. Ada faktor lain yang lebih penting dari ‘kelemahan’ sperma, yaitu antibodi anti sperma. Antibodi yang dimaksud adalah yang terdapat dalam tubuh istri dan melakukan penolakan terhadap sperma yang masuk karena dianggap benda asing, sehingga terjadi penggumpalan-penggumpalan pada si sperma.
  3. Dengan cepat di dokter menyebutkan peluang besar melalui metode inseminasi buatan sebagai solusi dari kecepatan dan arah gerak sperma yang kurang optimal. Namun sebagai syarat, jika benar ada masalah seperti yang disebutkan di nomor (2) di atas, harus diselesaikan lebih dulu.

Usulan lain di atas baru kami tindak lanjuti ketika memasuki tahun keempat perkawinan. Dengan berbekal surat rujukan sang dokter, kami melakukan pemeriksaan Anti Sperm Antibody (ASA) di RSIA Sayyidah Pondok Kelapa yang merupakan salah satu rumah sakit unggulan imunologi reproduksi (seingatku ada beberapa rumah sakit serupa, kalau tak salah di antaranya Klinik Sam Marie di Wijaya dan RS Permata Cibubur).

Memang, belakangan kami baru tahu bahwa soal ASA sebagai salahsatu hambatan dalam berketurunan masih diperdebatkan di kalangan para dsog. Ada yang setuju, ada yang tidak sepemikiran. Kami sendiri tidak terlalu banyak memikirkannya. Meskipun masih ada perdebatan, toh masih dalam ruang lingkup medis. Pokoknya asalkan masih bisa diterima akal (bukan semacam sihir atau usaha yang mengarah ke syirik), kenapa tidak?

Ada 2 tahap dalam pemeriksaan ASA ini. Pertama adalah pengambilan sample semen (sperma suami). Yang kedua adalah pengambilan darah istri. Di laboratorium, diamati pengenceran serum darah istri atau plasma semen yang dapat menyebabkan aglutinasi spermatozoa suami. Normalnya, penggumpalan terjadi hanya pada ukuran pengenceran 1:64. Lebih dari angka 64 itu, ASA mulai dianggap tinggi. Semakin menjauh dari angka tersebut, berarti ASA semakin tinggi.

Hasil pemeriksaan ASA kami cukup…ehm, menggemparkan. Hahaha…berlebihan kali, ya. Tapi dari reaksi yang susah payah disembunyikan para dokter dan suster, dan juga perbandingan yang kudapat dengan beberapa pasien yang tak sengaja bertemu belakangan, sepertinya tidak. Mungkin sudah pernah ada sebelumnya, tapi sepertinya juaraaang sekali perempuan memiliki level ASA setinggiku, yaitu masih menyebabkan aglutinasi sperma pada pengenceran 1: 1.048.576. SATU JUTA! Padahal pasien-pasien lain sudah sedih sekali karena mencapai angka dua ribuan atau tiga puluh ribuan (yang terakhir ini ada yang menyebutnya stadium 4…lha, aku stadium berapa dong kalo gitu?) Yah, alhamdulillah, begitu ketemu denganku sepertinya mereka tampak lebih lega dan bisa mensyukuri kondisinya sendiri…hehehehe.

Ketika aku menceritakan riwayat kesehatan pribadiku, salah seorang dokter berpendapat bahwa apa yang kualami ini masuk akal. Anemia hemolisis yang pernah kuderita menunjukkan bahwa aku membawa kelainan autoimun sejak lahir (sebangsa dengan lupus, nefrotic syndrome, dll). Wajar dong, jika orang yang punya autoimun memiliki antibodi jauh di atas normal termasuk antibodi anti sperma? Kira-kira begitulah penjelasannya..

Terapi PLI untuk Menurunkan ASA 

Terapi yang harus kujalani untuk mengatasi masalah ASA yang tinggi ini adalah terapi Paternal Leucocyte Immunization atau PLI. Pertama-tama, dilakukan pemeriksaan terhadap darah suami (untuk mencegah adanya penyakit tertentu yang dapat ditularkan melalui darah). Setelah dinyatakan sehat, maka terapi PLI dapat dimulai. Terapi PLI ini sendiri berarti menyuntikkan sel darah putih ke tubuh istri, dengan tujuan kelak tubuh istri dapat ‘mengenali’ sperma yang masuk, tidak menganggapnya ‘musuh’….hehehe. Ternyata betul kaan, emang kami harus ‘pacaran’ lebih lama nih!

Pengambilan sel darah putih suami dilakukan oleh laboran di laboratorium (kami melakukannya di laboratorium RSIA Sayyidah), persis seperti cara pengambilan untuk pemeriksaan darah biasa. Setelah itu, dilakukan pemisahan sel darah putih dalam Luminar Air Flow di laboratorium selama kira-kira 1,5 jam. Darah putih ini kemudian disuntikkan ke bawah jaringan lemak istri (bukan ke pembuluh darah) oleh dokter (di RSIA Sayyidah, yang melakukannya adalah dokter umum yang sedang bertugas jaga).

Langkah di atas diambil jika penyuntikan ingin langsung dilakukan saat itu juga. Ada pilihan lain yang disebut freezing, yaitu penyimpanan sel darah putih karena belum perlu langsung disuntikkan. Ini juga pernah menjadi solusi bagi kami, karena pada suatu waktu suamiku tidak ada di Jakarta pada jadwal PLI kami. Tapi cukup sekali saja kami memilih cara ini, karena freezing ini juga tidak gratis…sekali simpan Rp 270.000! Lumayan banget, kan. Jadi lebih baik sebisa mungkin suami menyesuaikan jadwal saja deh..

Terapi PLI bisa dilakukan kapan pun, karena laboratorium buka setiap hari 24 jam, begitu pula dengan selalu adanya dokter umum yang mendapat giliran jaga. Setelah pengalaman beberapa kali, aku suka memilih waktu berdasarkan giliran jaga dokter umum….karena ada yang jago menyuntik tanpa terasa terlalu sakit olehku, sementara ada pula yang setelahnya sampai membuat kulitku seperti gosong dan pecah-pecah!

Ya, sebagai seseorang yang sudah tak terhitung menghadapi jarum suntik untuk pengambilan darah, menurutku suntik untuk PLI ini lebih nggak enak rasanya! Kalau ambil darah untuk periksa (bukan untuk donor ya) kan cuma sebentar tuh, sementara suntik PLI ini agak lebih lama rasanya, terasa panas dan sakit. Lalu bagian kulit yang telah disuntik akan kelihatan benjol, memerah…lama-lama menggelap. Benjolan biasanya hilang dalam 3 hari (tapi pernah juga sampai 2 minggu! Langsung ingat siapa nama si dokter jaga dan berusaha menghindar jangan sampai dia lagi yang menyuntik untuk PLI berikutnya!). Kadang setelah kempes, bisa muncul benjolan kecil kalau tiba-tiba alergi kita terpicu oleh suatu jenis alergen (baca soal pantangan di bawah ya). Lalu soal si warna gelap di kulit, dia juga lama banget hilangnya, jadi untuk beberapa lama aku bisa lihat noda belang di kulitku…hiks. Untuk mencegah belang bertebaran dimana-mana, setiap kali suntik aku selalu berikan tangan yang sama, kalau perlu minta suntik di titik yang sama!

area kulit yang 'mblendung' karena PLI

area kulit yang ‘mblendung’ karena PLI

Konsultan kami dalam melakukan terapi PLI ini adalah dokter spesialis andrologi. Jadi selain urusan si antibodi, ia juga menangani beberapa masalah suamiku seperti persentase sperma yang hidup serta arah dan kecepatan geraknya. Oleh sang androlog, mula-mula kami dianjurkan untuk melakukan terapi PLI sebanyak 3 kali yang masing-masing harus dilakukan dengan jarak 3-4 minggu dan biayanya cukup menguras kantong (PLI I kami harus membayar Rp 850.000, PLI II & III masing-masing Rp 800.000, lalu PLI IV hingga sekarang masing-masing Rp 750.000)!

Setelah beberapa kali melakukan PLI dan mengobrol dengan lebih banyak dokter, suster, juga pasien lainnya, aku pun tahu….kecil kemungkinan aku hanya harus melakukan 3 kali terapi PLI. Dari beberapa kasus sebelumku, yang level ASAnya tidak setinggiku, bisa sampai melakukan 9 kali terapi! Bikin sedih, ya.

Yah, mengingat pengalaman-pengalaman batin sebelumnya, kali ini aku dan suami pun bertekad untuk tidak terlalu memikirkannya. Secara rutin kami terus melakukan terapi PLI ini, sambil terus menikmati pacaran…

Beberapa Pantangan Selama PLI

Oya, beberapa tambahan informasi, nih. Selagi menjalani PLI ini, ada beberapa jenis makanan dan non-makan yang harus dihindari oleh sang istri, yaitu yang menimbulkan reaksi alergi. Pada tiap orang, jenisnya berbeda-beda. Pernah dengar kan, ada yang alergi udang, telur, debu, bulu kucing, dsb. Nah, alergen-alergen ini sangat dianjurkan untuk dihindari karena masukan alergen ke dalam tubuh juga bisa memicu peningkatan antibodi.

Jenis makanan dan bukan makanan yang dapat memicu alergi ini dapat diketahui dari tes alergi terhadap kulit (sampel cair dari suatu zat ditusukkan ke permukaan kulit). Tingkat alergi dinyatakan dengan nilai 1, 2, 3, 4, 5 (mulai dari level terendah hingga tertinggi). Berikut adalah jenis alergen makanan yang dapat dites: bandeng, udang, kakap, kepiting, cumi-cumi, tongkol, kerang, putih telur, kuning telur, ayam, susu sapi, kacang tanang, kacang mete, kedelai, tomat, wortel, nanas, cokelat, teh, kopi, dan gandung. Sementara alergen yang bukan makanan adalah debu, tungau, serpih kulit manusia (waduh!), tepung sari rumput, tepung sari padi, tepung sari jagung, tepung sari jamur, kecoa, buku kuda, bulu kucing, bulu anjing, dan bulu ayam.

Menurut salah satu dokter, jenis-jenis alergen di atas hanyalah yang kebetulan sudah dapat diperiksakan. Pada kenyataannya, bisa saja di luar dari yang disebutkan itu masih ada yang dapat memicu alergen kita. Hanya kebetulan mungkin belum ditemukan bagaimana cara mengetesnya selain dengan pengamatan sehari-hari (mungkin contohnya seperti hawa dingin gitu kali ya…)

Salah satu pantangan tersulit!

Salah satu pantangan tersulit!

Di sinilah tantangan lainnya. Sejak tes alergi itu, dengan resmi aku menjauhi banyak jenis makanan, yang sayangnya, kebanyakan di antaranya adalah kesukaanku…hiks! Jadi ternyata, makanan yang menjadi alergenku (mulai dari yang terberat): kopi, teh, daging ayam, kuning telur, putih telur, susu sapi, gandung, ikan bandeng. Sementara itu, alergenku yang bukan makanan adalah tungau, bulu kucing, dan bulu kuda. Hiee….hahaa jadi jangan salah paham kalau aku jauh-jauh dari kucing atau kuda, ya. Aku tidak takut, tapi dilarang!

Lalu terakhir, sebenarnya ada yang lebih penting dari alergen makanan dan non makanan di atas, namun dengan bodohnya aku dan suami sempat tidak mematuhinya karena penjelasan yang kurang jelas hingga menyebabkan salah pengertian. Jadi ternyata, hingga level ASA normal, untuk mendukung terapi PLI sebaiknya istri menghindari paparan sperma secara langsung (salah satu saran: gunakan kondom)! Dengan kata lain, memang kemungkinan hamil pun dengan sengaja diperkecil lebih dulu hingga target level maksimum antibodi tercapai (tepatnya positif pada pengenceran 1:64).

Menurut sang androlog, tindakan menghindari paparan sperma itu adalah bagian dari terapi penurunan antibodi anti sperma itu sendiri. Penurunan si antibodi akan lebih lambat/sulit jika dalam prosesnya (dengan kata lain belum sampai target), sudah ‘ditantang’ oleh paparan sperma yang menaikkan kembali antibodi tersebut. Benar saja, hal ini terbukti dalam pengalaman kami. Begitu menuruti aturan ini, penurunan ASA-ku pun lebih cepat.

Langkah Berikutnya

Level ASA-ku sudah hampir mendekati normal setelah melakukan 9x terapi PLI. Diperkirakan oleh sang androlog, dengan 1x lagi terapi, level ASA-ku sudah benar-benar normal. Namun setelah normal pun, terapi PLI tetap dianjurkan untuk dilanjutkan bahkan jika sudah hamil sampai trimester pertama sebagai terapi pemeliharaan yang berjeda 6-8 minggu (lebih jarang daripada terapi penurunan: 3-4 minggu sekali).

Ketika tulisan ini dibuat, aku sudah melakukan 13 kali PLI. Yap..tigabelas!! Dokter dan suster yang melayani PLI ke-13 pun agak kurang sopan, menunjukkan ketidakpercayaannya yang seperti setengah menertawakan juga (apa maksudnya belum pernah ada pasangan ‘serajin’ kami melakukan terapi ini??)

Seperti yang sudah kusinggung sedikit di atas, beberapa dokter kandungan terutama yang menangani sub bidang fertilitas masih berbeda pendapat terhadap pelaksanaan terapi PLI ini. Ada yang mengatakan perlu, ada yang tidak. Setelah PLI ke-13 kami dan kehamilan belum juga terjadi, kami pun memutuskan untuk ‘berganti’ dokter (dsog), meskipun belum memutuskan sampai kapan kami menuruti anjuran sang androlog untuk terus melakukan terapi PLI ini.

Oya. Tulisan ini khusus menceritakan pengalamanku soal Terapi PLI yang sampai saat tulisan ini ditulis, sudah kami jalani selama setahun lebih. Sebenarnya selama melakukan terapi ini, terjadi pula beberapa hal lain yang masih terkait dengan rencana kehamilan. Berikutnya, aku akan bercerita tentang Inseminasi Buatan yang juga kami lakukan di tahun ke-4 pernikahan kami ini.

Salam,

Heidy

22 komentar di “Cerita Ikhtiar Kehamilan Tahun IV : Terapi PLI

  1. assalamualaikum wr wb,
    salam kenal bu, saya juga dinyatakan mengalami ASA seperti yang ibu alami, usia pernikahan saya sudah 8 tahun dan sekarang saya lagi mencoba teraphy ozone, dan dokter menyarankan untuk saya 10 kali teraphy sedangkan istri cukup 6 kali teraphy saja, mudah mudahan terapi ini berhasil, dan jika tidak berhasil juga kami tidak tahu mau kemana lagi , karena setelah saya baca pengalaman ibu saya juga kurang yakin jika mau ikut PLI seperti ibu. mudah2an ibu lekas mendapat momongan dan mudah – mudahan saya juga berhasil ya bu, tetap semangat dan terus berjuang, salam dari teman senasib

    Suka

    • Alaikumsalam wr wb. Salam kenal Pak Agung, maaf baru balas. Terima kasih sudah berkunjung ke blog ini dan terima kasih banyak atas doa tulus dan semangat yang dibagi, semoga kita sama-sama diberi kekuatan selalu untuk sabar, ikhlas dan terus bersyukur. Salam untuk istri, ya, Pak!

      Suka

  2. Segala kemudahan atas mba. Segala jalan atas mba. Segala pahala atas kesabaran mba.
    Semoga kejaiaban atas Ibrahim as & istri dan Zakaria as & istri tercurah atas mba 🙂

    Insyallah selalu ada jalan

    Suka

  3. Assalamualaikum wr. wb
    Salam kenal ya bu. saya juga mengalami seperti apa yang ibu alami. usia pernikahan saya udh berjalan 8 tahun. dulu pun saya menjalani pengobatan ILS atau sama seperti ibu. setelah bbrp kali menjalani ILS .. ASA saya hanya turun sedikit kemudian dokter saya pun menganjurkan tuk menjalani infus gammaras yang nyatanya pun ASA saya hanya turun sedikit. untuk saat ini saya pun msh berobat dan terus berusaha. Setelah baca kisah ibu saya menjadi semangat lg tuk terus berusaha… semoga ibu cepat mendapatkan momongan dan mudah’ an saya pun berhasil.

    Suka

    • Alaikumsalam wr wb Bu Yulia, salam kenal juga.
      Maafkan saya karena telat membalas komentarnya ya.
      Alhamdulillah, senang sekali rasanya kalau apa yang saya bagi dapat bermanfaat..
      Mendapat respon seperti ini pun semakin menambah semangat untuk saya sendiri juga..alhamdulillah..
      Aamiin untuk doanya, terima kasih banyak, saya pun doakan agar kita diberikan jalan terbaik oleh Allah SWT.

      Salam,
      Heidy

      Suka

  4. Ibu, saya juga punya pengalaman yang sama dan Alhamdulillaah dgn seijin Allah sudah berhasil, anak saya berumur 3,5 tahun sekarang. Sy bukan bermaksud menggurui hanya berbagi pengalaman mohon maaf klo tidak berkenan. Selain PLI barengi dgn ikhtiar lainnya,sedekah lebih banyak lagi dari biasanya dan tunaikan keinginan dari ayah ibu atau mertua mungkin ada yg diinginkan tapi tidak pernah disampaikan kalo perlu tanyakan langsung kpd beliau2. Siapa tahu Allah lebih membuka jalan….semangat ya Bu.

    Suka

    • salam, Ibu Alana. Terima kasih atas sarannya. Alhamdulillah jauh sebelumnya juga sudah ada yang berbagi saran yang sama dan kami pun sudah melaksanakannya.
      Terima kasih sekali lagi, semoga Allah membalas ketulusan Ibu. Salam untuk anaknya, yaa … semoga sehat selalu.

      Suka

  5. Assalamualaikum, mba Heidy..
    Saya dan pasangan juga sedang berikhtiar untuk mendapatkan momongan.
    Usia pernikahan kami memang baru setahun, tapi usia saya sudah menginjak 33tahun, oleh karena itu saya merasa perlu lebih concern mengenai hal2 yg berkaitan dengan program kehamilan.
    Saya sudah melalui serangkaian pemeriksaan untuk mengetahui kondisi fungsi reproduksi saya dan suami.
    Saya sudah melakukan papsmear, check darah dan hormon, biopsi untuk polip endometrium, treatment oral supplement dan vitamin, dan yg terakhir adalah prosedur HSG.
    Hasil dari semua prosedur diatas menunjukkan bahwa, hormon reproduksi saya seimbang, pola menstruasi teratur, kondisi dinding rahim kondusif untuk dicangkul, pada masa subur terlihat dalam USG; sel telur saya matang, besar dan siap dibuahi, tapi sampai sekarang belum juga terjadi pembuahan.
    Lalu hasil HSG pun menunjukkan bahwa tidak ada sumbatan pada kedua saluran telur, ukuran dan kondisinya pun dinyatakan normal dan paten.
    Merujuk pada hasil serangkaian proses diatas, Dokter yg menangani saya mulai menganjurkan untuk melakukan test ASA.
    Untuk kondisi suami, memang pasangan saya memiliki varicocele yang tidak memerlukan tindakan operasi karena analisa sperma menunjukkan bahwa kualitas, kuantitas, bentuk, dan pergerakan sperma dinyatakan normal.
    Pertanyaan saya,
    Seberapa besar kemungkinan kehamilan setelah melakukan test ASA?
    Semoga banyak success story yang bisa kita jadikan sebagai motivasi.
    Mudah2an Allah memudahkan segala bentuk ikhtiar kita semua dalam mendapatkan keturunan, amiin.. =)

    Suka

    • Alaikumsalam wr wb ..

      Waduhh maaaff, komentar ini ketinggalan dibalas..
      Terima kasih sudah membaca tulisan saya, ya. Semoga ada manfaatnya.
      Terima kasih juga atas cerita yang dibagi. Sebenarnya pertanyaan tentang kemungkinan hamil setelah terapi PLI itu (mungkin ini ya, maksudnya, karena kalau tes ASA kan hanya tes, tidak ada tindakan lain yang bertujuan untuk mengubah kondisi tertentu) juga pernah saya tanyakan pada dokter-dokter yang “meyakini” dan menganjurkan metode PLI. Seingat saya, mereka tidak pernah bicara angka (berapa persen), tetapi cukup banyak juga kok cerita sukses (berhasil hamil) dari beberapa pasangan yang telah melakukan PLI. Kebetulan saja saya bukan salah satu di antaranya dan dokter-dokter saya yang lain meyakini bahwa masalah ASA itu sebenarnya tidak ada hubungannya (sebagian dokter tidak percaya karena pembuktian penelitiannya sudah lama atau apa, gitu).
      Ya, terima kasih juga untuk doanya, semoga Allah memberikan kita semua yang terbaik. Aaamin.

      Suka

  6. Assalamualaikum wr. wb
    Istri saya baru akan mencoba metode PLI di Rs. Sayyidah.. klo boleh tau siapa nama dokter jaga yang suntikannya tidak sakit ya Bu??
    trimakasih…

    Suka

    • Alaikumsalam wr wb, Pak Firdaus …
      Mohon maaf telat sekali saya membalas komentarnya, baru buka blog lagi.
      Trus maaf juga nih saya udah lupa dokter-dokter yang saya tandai dulu .. hehe .. udah lama sekali soalnya berhenti PLI dan tidak ke Sayyidah lagi.
      Semoga sukses Pak, ikhtiarnya. Salam untuk istri, ya, semoga selalu sabar dan semangat. 🙂

      Suka

  7. Assalamu’alaikum
    Salam kenal mba. Sy jg sdg concern program kehamilan setelah 8th menikah. Masalahnya selain PCOs, ASA sy jg tinggi.
    Sekarang mba heidy ikhtiar di rs mana? Tetap semangat ya, semoga Allah mengabulkan doa kita untuk memiliki momongan.
    Wass

    Suka

    • alaikumsalam wr wb, salam kenal juga mb Wulan ..
      terakhir ikhtiar medis saya di RS Bunda Menteng, operasi laparoskopi (lagi) dan suntik tapros 3 bulan untuk mengistirahatkan rahim (jadi nggak mens dulu)

      Suka

  8. mba, bln lalu sy jg ke Sayyidah, ASA sy jg sama. 1 : 1 jutaan. minggu depan PLI ke 2. Maaf, klo boleh tahu brp angka terakhir ASA mba setelah 13 kali PLI? mohon infonya. terimakasih

    Suka

    • Mohon maaf, saya telat sekali membaca dan membalas komentarnya ya.
      Semoga sudah mendapat jawaban dari sumber lain ya …
      Dari saya sendiri, saya sudah tidak terlalu ingat, kalau tidak buka contekan.
      Yang jelas tiap RS dan tiap tahun biayanya pasti berbeda. Selain itu, tergantung programnya juga …
      Terima kasih sudah mampir … saya doakan yang terbaik untuk Anda 🙂

      Suka

  9. Saya belum test ASA. Tapi test torch saya. Antibodi igg torch 385. Dokter sampai bingung. Knp tinggi sekali.
    Saya mmg biasa tdk mnum obat meski sakit. Agar meningkatkn imun tubuh. Tapi. Mudah2an saya tidak ASA.
    Semoga kita semua d lancarkn. N d beri kemudahan tuk memiliki keturunan. Aminn.

    Suka

    • Aamiin … terima kasih banyak Mbak sudah mampir, ikut berbagi cerita, dan atas doanya.
      Maafkan balasan komentar yang telat banget ini … huhuhu.
      Saya doakan kita diberikan yang terbaik dan selalu ikhlas ya .. aamiin.

      Suka

  10. Mba Heidy, apa sekarang sudah diberi rejeki anak?
    Maap, kepo nih…karna saya sudah mau 9th menikah jg belum diberi momongan
    Dokter di RS.bunda saranin BT karna sudah 3x inseminasi gagal
    Dokter di RSHS nyaranin Laparaskopi
    Dan yg di Mayapada nyaranin ke Sayyidah untuk PLI,
    Sampe sekarang masih bingung mau yg mana, jadi Totok kesuburan dulu, menurut mba bagusnya yg mana dulu ya?
    Maap, klo bisa nanya e-mail mba, boleh?
    Terimakasih 😬

    Suka

    • Halo Mba Gina,
      Alhamdulillah sekarang saya sudah diberi rezeki (dan ujian) tersebut, Mbak.
      Kalau saya dulu segala pengobatan alternatif juga dicoba Mbak, asal halal. BT saya jadikan opsi terakhirrrrrr banget karena belum siap.
      Alhamdulillah Allah Maha Tahu kemampuan hambaNya, belum sampai BT sudah hamil.
      Tetap semangat yaaa (atau semoga sudah hamil sekarang karena saya telat baca komennya).

      Suka

Tinggalkan komentar