Pesan dari Memoar: Ikatan yang Kukuh

Saat ini, waktu di komputerku menunjukkan pukul 22:17, tanggal 6 Agustus 2022. Ini artinya kurang dari dua jam lagi, tanggal tersebut akan berubah seperti layaknya pergantian hari yang selalu terjadi sebelumnya. Namun, khusus besok, tepatnya 7 Agustus 2022, bukan hari yang biasa-biasa saja, setidaknya di keluargaku.

Terutama bagi orang tuaku, Mama dan Papa, tanggal itu merupakan penanda yang amat istimewa. Sejak tanggal itulah mereka memulai kehidupan berumah tangga bersama. Itulah awal mula sejarah keluarga mereka, yang berarti aku, adik-adikku, serta anak-anak kami pun termasuk di antaranya.

Sesuai kebiasaan ibuku yang senang menandai momen-momen keluarga untuk mengingatkan kami semua agar lebih banyak mensyukuri hidup, kali ini pun Mama melakukan sesuatu yang luar biasa. Beliau menulis buku memoar yang merekam pengalaman hidupnya selama empat dasawarsa pernikahannya dengan Papa. Setelah beberapa kali mengikuti proyek menulis buku antologi bersama penulis-penulis lainnya, untuk pertama kalinya kini mamaku memberanikan diri untuk menulis buku solo. Sebagai orang yang pertama kali membujuknya untuk menulis, aku bangga sekali. Aku pun turut menyumbangkan sedikit bantuan sesuai minat dan kemampuanku … ya, apalagi kalau bukan menyunting naskahnya?

Dari “pekerjaan” mengedit tulisan Mama ini, aku mendapatkan begitu banyak hal. Bayangkan, ibuku menceritakan seluruh perjalanannya mengarungi bahtera rumah tangganya bersama ayahku selama empat puluh tahun. Isinya tentu bukan hanya cerita-cerita manis yang mampu memicu senyum tersungging di bibir. Kisah-kisah mereka yang menarik simpati dan menyesakkan dada pun melengkapinya. Akhirnya, perjalanan jatuh bangun kedua orang tuaku dalam menjaga keharmonisan perkawinan mereka membuatku sulit menahan rasa haru.

Usia pernikahanku sendiri baru melewati sepertiga umur pernikahan orang tuaku. Meskipun sudah mustahil bersikukuh melabeli diri sebagai pengantin baru, aku merasa seperti masih menjadi “anak balita” dalam milestone yang satu ini. Berbanding lurus dengan lamanya perjalanan berumah tangga yang telah dilalui, pelajaran hidup dan kebijaksanaan yang diperoleh pasti akan terus bertambah.

Seperti halnya tiada pohon yang kuat tanpa pernah menghadapi embusan angin kencang, takkan ada pula ikatan kukuh suami-istri tanpa beragam cobaan yang menerpanya. Meskipun bentuknya mungkin berbeda-beda, ujian-ujian itu pasti (atau mungkin tepatnya: seharusnya) datang silih berganti. Keluh dan tangis mungkin dapat mewarnai sebagian dari hari-hari berumah tangga, tetapi bisa jadi memang ini unsur-unsur yang dibutuhkan demi menciptakan keindahan “lukisan” yang paripurna.

Dari Anas bin Malik, Rasulullah saw. bersabda, “Ketika seorang hamba menikah, berarti dia telah menyempurnakan setengah agamanya. Maka bertaqwalah kepada Allah pada setengah sisanya.”

2 komentar di “Pesan dari Memoar: Ikatan yang Kukuh

Tinggalkan komentar