Di tulisan sebelumnya, aku menyinggung bahwa sampah, sebagai salah satu masalah lingkungan, adalah masalah kita bersama. Sudah seharusnya sampah yang kita timbulkan menjadi tanggung jawab kita masing-masing, bukan ditimpakan pada pemerintah atau para petugas kebersihan. Pengelolaan sampah secara bertanggung jawab harus dilaksanakan di setiap rumah tangga.
Dalam menangani sampah rumah tangga, kami berusaha untuk mengikuti prinsip 3R atau reduce-reuse-recycle. Demi mencegah sampah baru (reduce), kami membiasakan diri untuk membawa kantung belanja, wadah makanan, dan botol minum sendiri saat bepergian. Sebagai ganti pembalut sekali pakai, aku dan si sulung juga sudah terbiasa memakai menstrual pad setiap “datang bulan” sejak beberapa tahun yang lalu. Sementara itu, sampah yang telanjur timbul seperti botol minuman, sikat gigi, dan kotak sepatu kami gunakan kembali untuk fungsi lainnya (reuse). Terakhir, sampah sisa makanan pun disulap oleh Pak Hamdan menjadi eco enzyme dan kompos. Sampah sulit terurai kami pilah lagi sesuai jenis bahannya untuk diteruskan ke pihak pendaur ulang (recycle).
Selain urusan sampah, sebenarnya masih banyak hal lain yang juga harus kita perhatikan sebagai wujud kepedulian kita kepada lingkungan. Saling menegur dengan keras ketika ada yang lupa mematikan lampu atau pendingin udara setelah keluar ruangan sudah biasa terjadi di rumah kami. Begitu pula halnya jika ada yang terlalu lama mandi atau lupa menutup keran air.
Prinsip efisiensi transportasi juga kami terapkan dan ajarkan pada anak-anak. Kata “sekalian” cukup sering disebut dalam berbagai situasi. Saat harus pergi ke beberapa tempat (“Ibhuu mau ke bank, katanya. Indri bisa nebeng sekalian berangkat latihan!”) atau membeli beberapa barang kebutuhan, misalnya (“Jangan berkali-kali belanjanya! Beli sekaligus banyak, jadi sekalian diantarnya!”).
Kalau diingat-ingat kembali, aku sadar bahwa semua kebiasaan itu bukan kebiasaan baru. Didikan untuk menghemat energi sudah kenyang kuterima dari orang tuaku sejak aku masih kecil. Kata Hamdan, kebiasaan untuk selalu menghabiskan makanan hingga piring licin tandas juga berasal dari ibunya. Benarlah semboyan yang mengatakan bahwa keluarga adalah pendidikan yang utama. Misi global untuk melestarikan lingkungan tidak akan pernah tercapai jika langkah-langkah kecil pertamanya tidak dimulai dari keluarga masing-masing.
Bagaimana dengan keluargamu? Sudahkah misi peduli bumi ini masuk ke dalam “garis-garis besar haluan keluarga”? Ceritakan juga, dong!